Oleh : Iwan Suhermawan .
Walaupun sejarah pendirian BMC dapat diketahui dengan pasti, tidak demikian halnya dengan sejarah peternakan sapi yang berada di wilayah Priangan [Bandung].
Hingga saat ini tidak ada satupun catatan mengenai hal tersebut.
Konon, pada tahun 1906, ketika Pemerintah Hindia Belanda memasukkan ternak sapi pedaging dari India (jenis ongole) untuk ditempatkan di Sumba, Nusa Tenggara Timur, ada sebagian ternak sapi perah yang turut dibawa juga, dan dikirim ke wilayah Bandung.
Teori ini ternyata bertentangan dengan catatan sejarah lainnya. Kereta Pos yang melewati jalur Cirebon - Bandung - Bogor - Batavia di awal abad 20, tercatat telah menghidangkan susu sapi segar kepada para penumpangnya.
Bahkan jauh sebelumnya, berdasarkan catatan Heer Medici yang pada 1786 dengan rombongan berkuda melancong dari Batavia ke "Negorij Bandoeng", pada saat beristirahat di Cianjur sudah disuguhi susu sapi yang berasal dari Bandung.
Peternakan sapi "Generaal de Wet Hoeve" milik Louis Hirschland dan van Zijl yang merupakan pendiri BMC pun, telah ada sejak akhir abad 19. Tidak hanya itu, pada kurun waktu yang sama, di Lembang juga terdapat peternakan sapi dengan nama Lembangsche Melkerij "Ursone", yang didirikan oleh tiga dari empat bersaudara Ursone pada tahun 1895.
Uniknya, Ursone bersaudara bukanlah orang Belanda, melainkan warganegara Italia yang hijrah ke Bandung. Selain mendirikan usaha ternak sapi perah, keluarga ini terkenal juga sebagai pemain musik gesek ulung di kota Bandung baheula [Baca : Ursone bersaudara].
Dengan modal awal hanya 30 ekor sapi dengan hasil 100 botol per hari. Pada tahun 1940, jumlah ternak sapinya telah berkembang menjadi 250 ekor sapi dengan produksi ribuan liter susu perhari.
Tidak hanya di Lembang, di Pangalengan, tepatnya di sekitar danau Cileunca, ada orang-rang asal Eropa yang memiliki peternakan sapi perah dengan jumlah hingga ratusan ekor. Begitu banyaknya sapi perah di daerah ini hingga majalah Mooi Bandoeng sering menyebut wilayah Pangalengan sebagai "Friesland in Indië" (Friesland di Hindia).
Setelah Indonesia merdeka, pada 17 Agustus 1957 turunlah aturan mengenai nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda. Maka pengelolaan BMC diambil alih oleh pemerintah Indoneisa dan dikelola oleh Komando Daerah Militer (Kodam) III Siliwangi.
Lalu dua tahun kemudian diserahkan pada Departemen Peternakan. Dan pada tahun 1965 pengelolaan BMC diserahkan kepada Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat dengan nama : "Perusahaan Daerah Kerta Sari Mamin".
Akibat modal kerja yang minim dan peralatan produksi yang rusak, BMC sempat mati suri selama kurang lebih 20 tahun sejak 1950-an.
Akhirnya pada 17 Juni 2002, singkatan BMC dipakai merek dagang Divisi Industri Makanan dan Minuman PT. Agronesia hingga mulai menggeliat bangkit kembali menjadi produsen susu serta bahan olahan berbasis susu.
Kini BMC berkembang dengan menyajikan berbagai makanan dari mulai makanan khas sunda, nasional dan internasional. Didalam restoran ini pun terpampang foto-foto kota Bandung serta bangunan BMC tempo dulu. Bahkan banyak Oma Opa orang Belanda yang datang bernostalgia mengenang masa indah mereka pada masa Hindia Belanda.
Perkembangan nama BMC (Bandoengsche Melk Centrale) :
1928 : Bandoengsche Melk Centrale
1942-1945 : Koperasi Soesoe Bandoeng
1945 : Bandoengsche Melk Centrale
1965 : Pusat susu Bandung (PSB)
2002-sekarang : Bandoengsche Melk Centrale
0 komentar:
Posting Komentar