Jalan Ciguriang sekitar tahun 1880 an |
Dibarengi keinginan untuk menjadi bupati menggantikan Wiranatakusumah, maka hoofdjaksa Mangunagara merencanakan suatu pembunuhan terhadap Bupati Bandung.
Mangunagara meminta Munada untuk melaksanakan rencananya ini, seluruh biaya akan ditanggungnya. Selepas dari penjara, Munada bersama Suradireja mengajak 9 orang lainnya membuat suatu perencanaan.
Mangunagara: “Lamun maneh bisa mah, Munada, coba eta Asisten jeung Regent dipaehan bae, mangke dewek anu nulung maneh.”
Walon Munada: “Lamun kitu sumangga pisan mangke subuh-subuh kuring rek nyieun kahuruan di Pasar Ciguriang sakuloneun Kabupaten.”
(Mangunagara: “Kalau bisa, coba kau bunuh saja itu Asisten dan Bupati, nanti aku yang akan membantumu.”
Jawab Munada: “Kalau begitu, nanti subuh saya akan bikin kebakaran di Pasar Ciguriang, sebelah barat Kabupaten.”)
Mereka akan membakar rumah pada malam hari dan saat kedua pejabat Bandung itu datang ke lokasi kebakaran, di situlah mereka akan membunuhnya.
Malam itu, Sabtu, 30 Desember 1842 terjadi kebakaran di Kampung Kaum, api menjalar mulai dari rumah seorang janda. Bupati datang dari arah selatan, sedangkan Asisten Residen Nagel datang dari arah utara.
Di depannya berjalan Upas Baron. Munada menghadang sang upas yang dengan cepat menghunus pedangnya. Namun dengan cekatan Munada menyabetkan kerisnya dan berhasil merobek lengan sang upas.
Nagel maju hendak menolong upas, tapi dalam selangkah Munada menghujamkan kerisnya ke dada Nagel. Nagel rubuh. Dalam kelebatan berkas cahaya api, Nagel melihat wajah Munada, “Tangkap Munada!” Tapi teriakannya terlalu pelan, tak ada yang mendengarnya.
Munada yang terkejut karena dikenali, segera lari ke arah selatan. Namun di arah larinya telah menghadang Lurah Pasar, seorang keturunan Jawa. Munada langsung menerjang. Lurah cukup gesit dan mengelak, malah sempat menyabetkan kerisnya ke tubuh Munada. Munada dan kerisnya terjatuh. Dengan cepat Munada bangkit dan melarikan diri.
Walaupun di dekat tempat kejadian itu banyak orang, tapi tak ada yang menyaksikan berlangsungnya peristiwa ini. Tak ada yang mengenali keberadaan Munada di sana malam itu. Dari dua buah keris yang berlumuran darah, orang dapat mengenali bahwa salah satunya adalah milik Munada. Keesokan harinya orang-orang mencari Munada.
Pagi-pagi sekali setelah kebakaran itu, di Citarum, Dayeuhkolot, ada seorang berpenampilan menak dan mengaku pendukung adu ayam Bupati, minta disebrangkan menggunakan perahu.
“Geuwat ieu dewek peuntaskeun, nya dewek nu kongas bobotoh ngadu hayam Kanjeng Dalem tea.”
(Cepat sebrangkan saya, saya yang sohor mendukung adu ayam Kanjeng Bupati!)
Dari sebrang, menak tersebut berjalan dari kampung ke kampung, hutan ke hutan, ke arah Tarogong.
Siapakah Menak ini..?? Munada kah..??
Bersambung ke : "Kisah Munada Bandung Baheula....!!! (Bag. 4)."
0 komentar:
Posting Komentar